Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tidak Kunjung Sadar



Tidak Kunjung Sadar

Anya mengangguk mendengar kata-kata Ivan. "Apakah dokter bilang kapan Aiden akan bangun?" tanyanya dengan suara pelan.     

"Anya, jangan terlalu cemas. Yang penting operasinya sudah berjalan dengan lancar," hibur Maria.     

"Aku ingin menunggu Aiden di sini," kata Anya sambil memegang tangan Aiden yang tidak bergerak sama sekali.     

"Tapi sekarang kamu sedang mengandung. Kamu juga harus memikirkan mengenai anakmu dan Aiden. Kalau Aiden bangun, aku akan langsung memberitahumu," kata Maria.     

Semua orang mengkhawatirkan keadaan Anya. Mereka semua tidak mau ada sesuatu yang terjadi pada Anya karena terlalu khawatir memikirkan Aiden.     

"Anya, dengarkan kata Kak Maria. Lebih baik kamu beristirahat sekarang," kata Ivan.     

Anya tidak mau pergi dari sana. Tetapi ia tahu bahwa kondisi kesehatannya saat ini pun kurang baik. Ia juga harus menjaga kesehatannya demi anak di dalam kandungannya.     

Anya mengangkat tangan besar Aiden dan meletakkannya di pipinya."Aiden, aku akan kembali ke kamarku untuk beristirahat. Aku dan anak kita baik-baik saja. Cepatlah bangun," bisik Anya.     

Kehangatan dari tangan Aiden membuat Anya merasa sedikit lebih tenang.     

Tangan itu tidak sedingin tadi. Tangan suaminya terasa hangat …     

"Apa benar Natali yang melakukan semua ini? Siapa yang menyuruhnya untuk mencelakai bibi?" tanya Nico.     

"Natali sudah kehilangan kewarasannya, jadi kata-katanya sudah tidak bisa dipercaya lagi. katanya, Keluarga Mahendra yang mengeluarkannya dari rumah sakit jiwa. Saat ini, ibunya masih berada di penjara. Setelah ia keluar dari rumah sakit jiwa, ayahnya lah yang mengurusnya," kata Ivan.     

"Ayah tidak akan pernah memberikan pistol kepadanya. Ia tidak akan mau putrinya melukai orang lain," kata Anya dengan suara pelan. "Kita harus segera mencari tahu siapa yang menyuruh Natali melakukan ini."     

"Siapa lagi yang melakukannya selain Keara? Bukankah ia satu-satunya orang yang sangat membencimu," kata Tara.     

"Aiden sedang terluka dan Anya sedang mengandung. Kita harus memastikan keselamatan mereka bertiga," kata Maria.     

"Kak, jangan khawatir. Aku sendiri yang mengatur semua dokter dan perawat Aiden. Aku juga yang menyuruh direktur bagian spesialis kandungan untuk memastikan keselamatan Anya dan menaruh beberapa pengawal di rumah sakit ini. Tidak ada satu orang pun yang bisa masuk sembarangan di kamar Aiden atau pun Anya," kata Ivan.     

"Aku mempercayakan semuanya kepadamu," kata Maria. "Anya, ayo kita segera kembali ke kamarmu. Aku harus segera pulang," Maria tidak bisa berlama-lama di sana karena ia tidak memberitahu Bima mengenai kejadian hari ini.     

"Ibu, kalau kakek menanyakan mengenai kompetisinya …"     

"Aku akan bilang padanya bahwa Anya telah memenangkan kompetisi. Aku juga akan memberitahu mengenai kehamilan Anya pada ayah agar ayah memiliki semangat untuk cepat sembuh demi calon cucunya," kata Maria dengan tenang. Setelah itu, ia berpamitan pada Aiden. "Aiden, beristirahatlah. Jangan khawatir, kami semua akan menjaga Anya baik-baik."     

"Ibu, biar aku mengantarmu," Nico mengajak Tara untuk mengantar Maria hingga ke mobil.     

Harris dan Nadine membantu Anya untuk kembali ke kamarnya. Akhirnya, hanya Ivan sendirian saja yang berada di kamar Aiden.     

Saat tiba di rumah sakit, Raka bertemu dengan Nico yang sedang mengantar Maria turun ke lantai bawah. Setelah itu, mereka naik bersama-sama.     

Di lift, Raka bertanya dengan cemas, "Aku sedang menyaksikan siaran langsungnya dari televisi, tetapi siaran langsungnya tiba-tiba saja berhenti. Bagaimana keadaan pamanmu sekarang?"     

"Paman tertembak di perutnya. Ia sudah kembali ke kamar setelah menjalani operasi. Apakah kamu yang mengeluarkan Natali dari rumah sakit jiwa?" Nico menatap wajah sahabatnya dengan curiga.     

"Nico, mengapa kamu menatapku seperti itu? Apakah kamu mencurigai bahwa aku yang menyuruh Natali untuk mencelakai pamanmu?" kata Raka.     

"Apakah Keluarga Tedjasukmana bersedia untuk membatalkan pertunanganmu dengan Natali dengan syarat kamu bisa mengeluarkan Natali dari rumah sakit jiwa?"     

"Benar," Raka mengangguk.     

"Mungkin setelah keluar dari rumah sakit jiwa dan mengetahui bahwa kamu membatalkan pertunangan dengannya, ia datang untuk membalas dendam pada bibiku. Bagaimana ia bisa mendapatkan undangan ke kompetisi parfum itu? Dan dari mana ia mendapatkan pistol itu?" tanya Nico dengan bingung.     

"Memiliki pistol adalah pelanggaran hukum. Coba cari tahu asal usul pistol itu dan nomor undangan yang ia miliki. Seharusnya, ada catatan jejaknya. Kemudian, cari tahu siapa saja yang Natali hubungi setelah ia keluar dari rumah sakit jiwa," saran Raka dengan tenang.     

"Paman Ivan sudah menyelidikinya," setelah itu, lift mereka terbuka. Nico langsung mengantar Raka menuju ke kamar Aiden.     

Ivan duduk di dalam kamar tersebut dengan ekspresi serius. Ia tidak mengatakan apa pun, hanya menanti Aiden segera bangun dari tidurnya.     

"Kak …" Raka langsung menyapa Ivan begitu memasuki kamar.     

"Raka …" Ivan bangkit berdiri untuk menyapanya.     

"Kapan Aiden akan bangun? Apakah ia baik-baik saja?" Raka melihat Aiden yang sedang berbaring di tempat tidur dalam diam. Ia terlihat semakin dingin dengan wajah tanpa ekspresi seperti saat ini …     

"Seharusnya efek biusnya sudah habis," Ivan merasa semakin cemas saat menyadari bahwa Aiden sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun.     

"Aku akan mencari dokternya lagi," Nico segera keluar untuk mencari dokter yang menangani Aiden.     

Raka melihat ke sekeliling ruangan, tetapi tidak menemukan Anya di sana. "Apakah Anya baik-baik saja?"     

"Anya sedang hamil. Ia sangat ketakutan tadi dan kondisinya kurang baik. Sekarang ia sedang beristirahat," jawab Ivan.     

"Dua tahun lalu, Aiden membuat Anya sangat terluka. Aku menyalahkannya dan membencinya karena ia tidak mencintai Anya sepenuh hati. Tetapi hari ini, aku baru tahu betapa besar cinta Aiden untuk Anya. Demi melindungi Anya, ia bahkan rela menghadang peluru itu dengan tubuhnya. Ia benar-benar cinta mati pada Anya," kata Raka dengan suara pelan. "Aiden, jangan tidur terlalu lama. Anya sedang menunggumu."     

Walaupun Maria berhasil menyembunyikan mengenai kondisi Aiden dari Bima, bukan berarti media tidak mendapatkan berita itu. Itu sebabnya, Maria bergegas kembali ke rumah sakit karena takut Bima akan mengetahui hal ini dari media.     

Waktu terus berlalu. Efek obat bius yang diberikan pada Aiden seharusnya sudah berakhir, tetapi Aiden masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun.     

Penantian Anya tidak membuahkan hasil.     

Tidak seperti yang semua orang di sekelilingnya katakan, Aiden tidak kunjung bangun.     

Semua orang bilang bahwa Aiden baik-baik saja.     

Semua orang bilang bahwa Aiden akan kembali ke sisinya.     

Tetapi kenyataannya, Aiden masih tertidur lelap …     

Anya berulang kali meninggalkan kamarnya karena ingin memeriksa kondisi Aiden sehingga pada akhirnya, Ivan meminta rumah sakit untuk memindahkan tempat tidur Anya di samping Aiden.     

Berada di samping Aiden membuat Anya merasa jauh lebih tenang.     

Meski saat ini Aiden masih belum sadar, setidaknya Anya tahu bahwa Aiden baik-baik saja dan Aiden berada di sampingnya. Aiden tidak meninggalkannya sendirian …     

Anya berbaring sambil memandang wajah Aiden yang terlihat tenang.     

Tangannya menggenggam tangan Aiden, berusaha memastikan bahwa tangan itu masih hangat.     

Saat melihat Aiden tergeletak di lantai dan bersimbah darah, Anya merasa ketakutan setengah mati. Di dalam benaknya, ia merasa seperti pernah merasakan perasaan itu.     

Perasaan bahwa ia kehilangan Aiden untuk selamanya …     

Ia merasa déjà vu …     

Sebenarnya, perasaan apa ini?     

Anya tertidur dengan tangan yang masih bertautan dengan suaminya, tidak ingin melepaskannya meski hanya sedetik saja.     

Malam itu, Anya bermimpi. Mimpi yang sangat panjang …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.