Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Mewujudkan Semua Impianmu



Mewujudkan Semua Impianmu

"Bagian mana yang memalukan? Nico sangat tulus pada Tara. Semua orang di ruangan ini bisa merasakan cintanya untuk Tara. Tidak semua orang bisa merasakan lamaran yang romantis dan menyentuh seperti ini," kata Anya, seperti sedang menyiratkan sesuatu.     

Aiden menatap Anya dengan kebingungan, tidak memahami arti di balik kata-katanya.     

Anya ikut menoleh dan memandang Aiden dengan sedikit kecewa. Aiden tidak memahami maksudnya. Tetapi ia juga tidak bisa meminta terang-terangan pada Aiden bahwa ia juga ingin dilamar secara romantis seperti ini.     

Lagi pula, siapa suruh ia menikah dengan CEO yang dingin dan tidak romantis seperti Aiden?     

Anya menghela napas panjang dan pergi dari tempat itu.     

Harris yang berada di samping mereka bisa mendengar percakapan mereka. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat Aiden benar-benar tidak memahami arti di balik kata-kata Anya.     

Setelah Anya pergi, ia memutuskan untuk membantu Tuannya menyelesaikan kebingungan ini. "Tuan, sepertinya Nyonya ingin dilamar oleh Anda."     

Aiden memandang ke arah Harris dengan bingung. "Ia ingin aku berlutut dan memohon di hadapannya seperti yang dilakukan oleh Nico?" tanyanya dengan malu.     

"Tuan, mungkin bagi seorang pria lamaran bukan hal yang penting, tetapi tidak untuk seorang wanita. Dengan lamaran, seorang wanita akan merasa lebih dihargai, ia akan merasa dicintai dengan setulus hati. Lamaran menunjukkan bahwa seorang pria benar-benar tulus mencintai kekasihnya dan berniat untuk membawa hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius hingga akhir hayat mereka. Bagaimana kalau Anda memanfaatkan kesempatan ini untuk melamar Nyonya?" saran Harris.     

"Aku tidak bisa melakukannya," kata Aiden dengan canggung.     

"Tuan, tidak usah terlalu dipikirkan. Semuanya akan berjalan dengan lancar selama Anda mempercayai hati Anda. Biar saya dan Nadine yang mengatur semuanya," Harris langsung bergegas menghampiri kekasihnya dan menceritakan semuanya.     

Ketika mendengar bahwa Aiden berniat untuk melamar Anya, Nadine merasa sangat gembira. Ia menantikan saat-saat di mana pamannya yang dingin dan angkuh, akhirnya harus bertekuk lutut karena cinta.     

Aiden menggaruk kepalanya dengan bingung.     

Ia merasa bahwa wajar saja kalau Nico melamar Tara. Nico memang menyukai kehebohan, menyukai sesuatu yang megah. Tentu saja untuk melamar wanita yang dicintainya, ia juga akan melakukannya dengan cara yang besar-besaran.     

Tetapi Aiden berbeda. Tanpa harus melamar Anya dengan cara yang berlebihan seperti itu, Aiden bisa menunjukkan cintanya dengan cara yang berbeda.     

Tanpa perlu lamaran, cinta Aiden pada Anya sudah tidak perlu diragukan lagi.     

Tetapi sekarang tiba-tiba saja Anya ingin dilamar seperti Nico melamar Tara. Apakah semua wanita hamil se-emosional itu?     

Sekitar jam 10 malam, Raka pulang bersama dengan Raisa. Ivan dan Jonathan juga pulang ke rumah mereka masing-masing.     

Hanya ada Nico dan Tara yang sedang berada di taman rumah Aiden.     

Aiden memandang ke arah Harris dan menyuruhnya untuk segera meminta Nico dan Tara pulang. Aiden terlalu malu untuk melamar Anya di hadapan banyak orang. Kalau memang Anya menginginkan lamaran, Aiden akan melakukannya.     

Tetapi kalau bisa, lamaran itu dilangsungkan secara pribadi saja, hanya di antara mereka berdua.     

"Tuan Nico, sudah malam. Tuan dan Nyonya ingin beristirahat. Anda bisa segera pulang," kata Harris, mendesak Nico untuk pergi.     

"Malam ini begitu indah. Kami masih ingin menikmati malam di sini. Kalau paman dan bibi lelah, mereka bisa beristirahat dulu. Tidak perlu memedulikan kami," kata Nico dengan santai.     

Melihat kakaknya tidak mau pergi, Nadine segera membantu Harris.     

Tara menatap Nadine dan Harris yang bersikeras mengusir mereka dan berpikir. Mungkin keberadaannya dan Nico di sini mengganggu sehingga Harris dan Nadine tidak bisa membereskan rumah. Ia segera bangkit berdiri dan menepuk pundak Nico. "Ayo pulang."     

Mendengar bahwa Tara ingin pulang, Nico langsung mengangguk, "Kalau kamu ingin pulang, ayo kita pulang sekarang."     

Nadine dan Harris menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Nico. Sepertinya, satu-satunya orang di dunia ini yang bisa membuat Nico menjadi penurut hanyalah Tara.     

Akhirnya, setelah Nico dan Tara pulang, Harris meminta para pelayan untuk mengganti semua dekor di rumah Aiden. Ia memasang sebuah flower arch yang terbuat dari bunga iris, bunga kesukaan Anya.     

Semua balon-balon yang mewah yang ada di sana segera disingkirkan. Balon-balon berwarna emas dan perak itu melambangkan Nico yang menyukai kemewahan. Sementara untuk Aiden dan Anya, Harris menggunakan dekorasi bunga-bunga yang lebih elegan dan kalem.     

Anya melihat semua orang sudah pulang. Harris dan Nadine sedang mengurus para pelayan untuk membereskan taman. Sehingga akhirnya ia memilih untuk kembali ke kamarnya, mandi dan beristirahat.     

Setelah Anya selesai mandi, Aiden masih belum kembali ke kamar.     

Ia keluar dari kamarnya dan berniat untuk mencari Aiden. Namun, di depan pintu kamarnya, ia malah menemukan lilin-lilin yang berjejeran, membentuk sebuah jalan, seolah ingin membimbingnya untuk menuju ke suatu tempat.     

Any, dengan piyama putihnya yang kebesaran dan rambut yang masih setengah basah, berjalan mengikuti arahan lilin-lilin itu.     

Di tangga, selain lilin-lilin yang menyala di sampingnya, ada juga kelopak bunga mawar yang bertebaran di tengah jalan. Ia baru saja mandi sebentar, tetapi rumahnya sudah menjadi hangat dan romantis seperti ini.     

Bibir Anya melengkung, membentuk sebuah senyuman manis. Apakah Aiden yang melakukan semua ini?     

Saat turun ke lantai bawah, Anya terkejut melihat ruang keluarga di lantai satu telah menjadi lautan bunga. Bunga-bunga mawar merah bertebaran dari tangga hingga ke taman.     

Tidak ada siapa-siapa di ruangan tersebut. Sepertinya, semua orang sedang berkumpul di taman.     

Setiap langkah yang Anya ambil diiringi dengan rasa antisipasi dan juga kegugupan yang semakin meningkat.     

Tadi, ia merasa tersentuh dan sedikit iri saat melihat Nico melamar Tara. Seumur hidupnya, ia tidak pernah dilamar oleh pria yang dicintainya. Pernikahan mereka terlalu terburu-buru dan dilakukan dengan cara yang sangat sederhana.     

Tanpa sengaja, ia mengatakan keinginannya secara tersirat pada Aiden. Tetapi sebelumnya Aiden terlihat kebingungan, tidak memahami apa yang ia katakan.     

Apakah Aiden benar-benar akan melamarnya hari ini?     

Apakah Aiden yang dingin dan tidak romantis itu benar-benar akan berlutut di hadapannya dan melamarnya?     

Sebenarnya, meski Aiden tidak melamarnya sekali pun, pernikahan mereka sudah sangat bahagia. Ditambah lagi, mereka sedang menantikan kedatangan buah hati mereka yang akan melengkapi keluarga kecil mereka.     

Lamaran ini hanyalah keegoisan Anya dan keinginannya sebagai seorang wanita. Ia tidak menyangka Aiden akan mengabulkan keinginannya.     

Langkah kaki Anya menjadi semakin cepat saat ia berjalan menuju ke arah pintu taman.     

Tangannya memegang knob pintu dan membukanya dengan penuh harapan.     

Di taman, Aiden dengan jasnya yang rapi berdiri di atas tumpukan mawar berbentuk hati, sambil membawa sebuket bunga iris.     

Anya terpaku sejenak saat memandangnya. "Apakah aku salah tempat? Bukankah pestanya sudah selesai?"     

"Pesta Nico sudah selesai, tetapi cerita cinta kita baru saja dimulai," seperti seorang pangeran, Aiden mendekati Anya, selangkah demi selangkah. Ia memberikan buket bunga yang dipegangnya pada Anya.     

Satu jam yang lalu, sebelum para tamu pergi, Hana datang menghampiri Aiden.     

Ia sudah mendengar dari putranya bahwa Aiden berniat untuk melamar Anya sehingga Hana memutuskan untuk menceritakan sesuatu pada Aiden.     

"Tuan, ketika Anya pertama kali tinggal di rumah ini, ia pernah menceritakan mimpinya kepada saya. Katanya, ia bermimpi Anda membawa buket bunga yang besar dan cincin, berlutut di taman dan melamarnya," kata Hana. Ia masih ingat semua yang diceritakan Anya kepadanya. "Anya bilang itu hanyalah mimpi karena pria seperti Anda tidak akan pernah melakukan hal seperti itu."     

"Sepertinya ia benar-benar ingin dilamar secara romantis," kata Aiden dengan serius. Selama ini, Anya tidak pernah mengatakan kepadanya. Ditambah lagi, Aiden bukanlah orang yang peka untuk urusan romantis seperti ini, sehingga ia tidak pernah menyadarinya.     

"Pada saat itu, saya bilang pada Anya bahwa mimpi bisa saja menjadi kenyataan. Walaupun sulit, bukan berarti itu mustahil untuk diwujudkan. Bagaimana kalau malam ini Anda membuat mimpinya menjadi kenyataan?" kata Hana sambil tersenyum. "Tuan, kalau Anda melamarnya, ia akan sangat bahagia."     

Aiden mengangguk dan berbisik pada Harris. "Harris, tolong siapkan semuanya."     

Satu jam kemudian, semua impian Anya telah menjadi kenyataan.     

Aiden berdiri di lautan bunga iris, bunga yang disukainya, sambil membawa sebuket bunga mawar merah. Ia dan mawar merah itu terlihat begitu mencolok di tengah-tengah lautan iris putih.     

"Aiden, apakah kamu melamarku?" Anya berdiri di tempatnya, seolah tidak bisa mempercayai semua ini. Ia bahkan tidak berani mengambil bunga yang diberikan oleh Aiden untuknya, karena takut semua ini hanyalah mimpi.     

Aiden tidak menjawab. Tetapi tiba-tiba saja ia langsung berlutut di hadapan Anya dan mengambil sebuah kotak cincin dari saku jasnya.     

"Anya, aku tidak pandai merangkai kata-kata. Ketika melihat Nico melamar Tara hari ini, aku menertawakannya dan menganggap tingkahnya sangat memalukan. Aku bukan pria yang romantis, aku bukan pria yang pandai menyenangkan hati wanita. Tetapi satu hal yang pasti, aku akan mewujudkan semua mimpimu, yang terkecil sekali pun," kata Aiden sambil membuka kotak cincin yang dipegangnya.     

Di dalam kotak tersebut, ada sebuah cincin berlian yang sangat indah. Bukan berlian yang besar dan mencolok seperti yang Nico berikan pada Tara. Berlian itu terlihat mungil dan manis, seperti Anya di mata Aiden. Istri kecilnya …     

"Anya, maukah kamu menikah denganku?"     

"Aku pasti sedang bermimpi. Aku pasti tertidur dan belum bangun," Anya terdiam kaku di tempatnya. Masih tidak bisa mempercayai semua ini.     

Nadine tidak bisa menahan tawanya. Ia terkekeh dan berkata, "Bibi, ini bukan mimpi. Paman sedang melamarmu."     

Ia tidak heran melihat reaksi Anya. Ia sendiri sebagai keponakan yang sangat memahami pamannya, tidak pernah membayangkan bahwa Aiden akan melakukan hal seromantis ini untuk seorang wanita.     

Tetapi memang benar cinta bisa mengalahkan segalanya. Bahkan dinding es yang sangat kokoh di hati Aiden pun bisa dilelehkannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.