Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Jangan Pernah Meninggalkan Aku



Jangan Pernah Meninggalkan Aku

"Aiden, kamu bilang bahwa kita pernah bertemu, tetapi aku sama sekali tidak ingat. Selama ini, aku pikir kamu menganggapku sebagai pengganti seseorang. Tetapi ternyata kita pernah bertemu. Saat kamu demam tinggi dan kedinginan, apakah kamu merasakan kehangatan dariku?" tanya Anya dengan sengaja, menggoda Aiden.     

"Hmm …" jawab Aiden dengan singkat.     

"Benarkah?" Anya tersenyum saat mengatakannya. Ia mengangkat alisnya, terus berusaha untuk menggoda Aiden dan mengorek jawaban darinya.     

Saat itu, Anya benar-benar takut Aiden akan mati dan meninggalkannya sendirian.     

Sebenarnya, ia merasa ragu menggunakan tubuhnya untuk menghangatkan Aiden. Bagaimana pun juga, Aiden adalah seorang pria dan ia adalah seorang wanita. Bagaimana kalau Aiden memanfaatkan kesempatan dan melakukan sesuatu kepadanya?     

Tetapi saat itu, Anya tidak tahu harus berbuat apa lagi. Tanpa Aiden, ia tidak punya harapan untuk bisa selamat dari tempat ini.     

Ia tidak memiliki apa pun. Tidak punya harta untuk diberikan pada para penculik itu dan tidak punya kemampuan untuk melarikan diri sendirian.     

Sebaliknya, Aiden berasal dari keluarga yang kaya raya.     

Keluarganya memiliki banyak uang untuk membayar tebusan. Atau mungkin keluarganya juga bisa mengirimkan seseorang untuk menyelamatkan mereka.     

Anya tidak mau kehilangan satu-satunya harapannya untuk bertahan hidup.     

Pada saat itu, Anya menganggap Aiden sebagai harapannya untuk selamat. Ia hanya bisa berharap Aiden tidak akan memanfaatkan kesempatan saat ia sedang tidak mengenakan sehelai pakaian pun.     

Sesuai dengan harapannya, Aiden adalah seorang pria yang sopan. Ia tidak melakukan apa pun selain memeluknya dengan erat dan membiarkan tubuh Anya menghangatkannya.     

Tetapi bukan berarti Aiden tidak merasakan apa pun.     

Anya ingat saat itu ia tertidur di samping Aiden sambil memeluknya. Tetapi saat terbangun, Anya sudah berpindah posisi menjadi di atas dada Aiden, sehingga mereka bisa merasakan tubuh satu sama lain dengan lebih jelas.     

Pasti pada saat itu, Aiden yang memindahkan tubuhnya!     

"Apa yang kamu ingin aku lakukan pada saat itu?" Aiden mendekat ke arah Anya, memegang wajahnya dan mengecup bibirnya sekilas     

Anya tidak menolak. Ia tersenyum sambil memeluk leher Aiden, membalas ciuman dari suaminya.     

Suasana di dalam ruangan itu semakin memanas. Saat Aiden hendak membaringkannya di tempat tidur, tiba-tiba saja Anya mendorong tubuhnya. "Aku ingin kamu melakukan yang kamu lakukan sekarang," goda Anya pada Aiden.     

Ia sengaja memancing api Aiden, hanya untuk menggodanya dan membiarkannya begitu saja. Anya yang sekarang sangat-sangat nakal!     

"Aku tidak melakukan apa pun pada saat itu," jawab Aiden dengan kaku.     

"Benarkah?" jawab Anya sambil mengangkat alisnya sekali lagi. Ia menjadi semakin pandai menggoda Aiden sekarang. Dulu, selalu Aiden yang menggodanya terlebih dahulu. "Mengapa kamu tidak mau menjawabku dengan jujur?"     

Aiden tidak menyangka Anya akan menggodanya seperti ini sehingga ia menjadi sedikit canggung. Anya mengecup bibir Aiden dengan lembut, tetapi Aiden tidak berani membalasnya, khawatir ia tidak akan bisa mengendalikan dirinya sendiri.     

Tangan kecil Anya mendarat di dada Aiden, merasakan detak jantung suaminya dengan jelas. Suaminya benar-benar tergoda olehnya.     

'Sepertinya ia sudah keterlaluan menggoda Aiden', pikir Anya.     

"Pada saat itu, aku berbaring di dadamu dan merasakan tubuhmu sangat tegang. Aku pikir kamu akan mati," kata Anya     

"Saat itu aku sedang terluka dan demam tinggi. Aku kedinginan, tentu saja tubuhku tegang," jawab Aiden.     

"Kamu bohong. Tubuhmu tegang karena kamu gugup," Anya langsung membongkar kebohongannya.     

"Benarkah? Aku tidak ingat. Saat itu aku …"     

"Kamu apa?" Anya memandang wajah Aiden. "Jujurlah padaku, apakah kamu ingin bercinta denganku saat itu?"     

Aiden merasa Anya yang sedang menggodanya itu sangat manis. Ia mencubit hidung Anya dan kemudian bertanya. "Apakah kamu mau jawaban jujur atau bohong?"     

"Jujur," jawab Anya secara langsung, tanpa perlu berpikir dua kali.     

"Aku adalah pria normal. Saat itu, aku sedang berhadapan dengan seorang wanita muda yang cantik. Saat aku sakit, tekadku juga ikut melemah sehingga aku memikirkan hal yang seharusnya tidak aku pikirkan. Saat itu aku benar-benar kedinginan. Aku bisa merasakan kamu memegang tanganku dan memelukku …"     

"Lalu?" Anya mengedipkan matanya dengan polos.     

"Aku berusaha untuk menahan diri dengan memelukmu lebih erat. Dengan itu, aku tidak bisa melakukan apa pun padamu. Akhirnya tubuhku berkeringat dan demamku turun," akhirnya Aiden mengakuinya. "Tetapi aku tidak menyentuhmu sama sekali."     

"Tetapi itu tidak membenarkan bahwa kamu memikirkan hal-hal yang buruk terhadap penyelamatmu. Aku menyelamatkanku, tetapi kamu malah mau tidur denganku," Anya memandangnya sambil tersenyum nakal.     

"Siapa suruh kamu semanis dan secantik itu?" Aiden tertawa sambil mengelus kepala Anya.     

Anya juga ikut tertawa mendengarnya. "Jadi, saat Natali mengirimku ke kamarmu, kamu langsung mengenaliku?"     

"Sebenarnya, setelah kejadian penculikan itu, aku tahu kamu masih hidup. Aku tidak mau mengganggu kehidupanmu. Aku takut kamu akan merasa bersalah ketika kamu melihat kondisiku saat itu. Tetapi aku tidak menyangka kamu melupakan aku," Aiden merasa kesal saat memikirkan hal itu.     

Melihat ekspresi Aiden, Anya tahu suaminya itu sedang kesal.     

Aiden masih mengingatnya, tetapi Anya sudah melupakannya. Tentu saja Aiden akan merasa kesal.     

"Kamu pikir aku akan trauma dan hidup dalam penyesalan. Tetapi ternyata aku melupakanmu dan menjalani hidupku seperti biasa," kenang Anya dengan suara pelan.     

"Iya, aku begitu mengkhawatirkanmu, tetapi ternyata kamu melupakan aku. Malam itu, saat seseorang membawamu masuk ke dalam kamarku, aku merasa bahwa itu adalah takdir. Takdir yang membawa kita kembali bertemu. Saat itu, aku tidak perlu berpikir dua kali dan langsung memanfaatkan kesempatan itu, melakukan hal yang tidak bisa aku lakukan dulu. Malam itu sangat indah untukku dan aku tidak mau kehilanganmu untuk kedua kalinya sehingga aku memintamu untuk menikah denganku. Itu yang terjadi. Apa lagi yang ingin kamu tanyakan?" Aiden memandang istri kecilnya yang berada di pelukannya dengan penuh cinta.     

Anya memiringkan kepalanya, berpikir sejenak dan kemudian bertanya. "Lalu setelah malam itu, kamu mencari tahu alamat rumahku dan meminta Pak Abdi untuk menjemputku?"     

"Sejak kamu pergi dari hotel, aku sudah menyuruh orang-orangku untuk mengikutimu dan aku mendapatkan laporan mengenai apa yang Keluarga Tedjasukmana lakukan padamu. Setelah malam itu kita bercinta, aku sudah menganggapmu sebagai milikku. Aku tidak akan membiarkanmu untuk ditindas seperti itu," jawab Aiden dengan terang-terangan. "Kamu adalah milikku, setelah malam indah yang kita habiskan bersama."     

Wajah Anya memerah saat mendengarnya. Aiden begitu blak-blakan, membuatnya merasa sedikit malu-malu. "Mengapa kamu jadi nakal seperti Nico? Kamu terlalu banyak bergaul dengannya. Lain kali jangan dekat-dekat dengan Nico."     

Aiden terkekeh melihat wajah istrinya yang merona. "Aku tidak nakal. Aku melakukannya karena wanita itu adalah kamu. Setelah bertemu denganmu, aku baru menyadari bahwa aku juga bisa bersikap seperti pria yang dimabuk cinta."     

"Apakah aku semanis itu? Aku tidak menyangka ternyata kamu selama ini hanya berpura-pura dingin padaku," Anya tertawa kecil.     

"Wanita lain tidak akan bisa membuatku seperti ini. Tetapi di hadapanmu, aku tidak bisa berbuat apa-apa," Aiden mengatakannya dengan tulus. Apa yang terucap dari mulutnya itu berasal dari lubuk hatinya yang terdalam.     

Anya mendengarkannya dengan seksama sambil memandangnya dengan senang. "Aiden, apakah kamu mencintaiku?"     

Aiden mengangguk.     

Tentu saja Aiden mencintainya. Ia sangat, sangat, sangat mencintai Anya.     

Aiden bahkan rela mati demi Anya dan anak mereka. Untung saja, semakin lama kandungan Anya semakin kuat. Kehidupan mereka juga semakin tenang, tanpa ada kejadian apa pun.     

Tidak ada bahaya lagi yang mengancam mereka … Setidaknya untuk sementara ini.     

"Aiden, aku mencintaimu," bisik Anya.     

"Anya, aku juga mencintaimu. Berjanjilah, jangan pernah meninggalkan aku," Aiden memegang wajah Anya dengan kedua tangannya dan berkata dengan lembut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.