Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Menunggu



Menunggu

Anya hanya bisa menatap ke arah Aiden dengan kesal. Bisa-bisanya seorang CEO perusahaan besar seperti Aiden membohongi dan memanfaatkan anak kecil seperti ini?     

"Aiden, kamu sudah sangat tua, tetapi kamu ingin menikahi putriku yang masih kecil. Bukankah seharusnya kamu meminta persetujuan dariku terlebih dulu?" Anya mendengus dengan dingin.     

"Aku ingin menikah denganmu," jawab Aiden dengan terang-terangan.     

"Paman hebat!" Nico langsung berteriak sambil bertepuk tangan.     

Anya melotot tajam ke arahnya. "Nico, kalau kamu sudah selesai makan, pulanglah saja!"     

Nico hanya bisa menyeringai dengan canggung dan bergeser mendekat ke arah Tara tanpa berkata apa-apa.     

"Paman tampan, kalau kamu ingin menikah dengan mama, bagaimana kalau menikah denganku juga?" tanya Alisa sambil memandang wajah Aiden dengan penuh harap.     

"Tetapi mama-mu tidak mau menikah denganku," Aiden berpura-pura terlihat sedih saat mengatakannya.     

"Mama, apakah mama mau menikah dengan paman tampan? Alisa benar-benar menyukainya dan ingin menikah dengannya," Alisa menoleh ke arah Anya dan menatapnya dengan tatapan memelas.     

Anya hanya bisa merasa pusing mendengar permintaan Alisa. "Alisa tidak bisa menikah dengan paman tampan. Paman tampan sudah dewasa. Saat Alisa besar nanti, Alisa akan menjadi seorang putri yang cantik, sementara paman tampan akan menjadi pria tua yang jelek. Alisa tidak akan menyukainya lagi," Anya berusaha membujuknya dengan sabar.     

"Bibi, meski pamanku tua sekalipun, ia akan menjadi pria tua yang tampan, bukan pria tua jelek seperti yang kamu katakan," kata Nadine.     

Alisa langsung menangis mendengarnya. "Alisa tidak mau paman tampan bertambah tua. Paman tampan tidak boleh menjadi tua dan jelek."     

"Sayang, jangan menangis. Paman tampan tidak akan tua dan akan tetap tampan selamanya. Jangan menangis!" Anya merasa bingung ketika melihat Alisa menangis dan langsung menggendongnya.     

"Mama, Alisa ingin menikah dengan paman tampan. Bantu aku …" Alisa bersandar di pundak Anya dan menangis keras.     

"Iya, iya. Mama akan membantumu," Anya menatap ke arah Aiden dengan panik.     

"Alisa ingin memakai baju pengantin dan berfoto bersama," kata Alisa, masih tidak mau berhenti menangis.     

"Selama Alisa berhenti menangis, mama akan membantu Alisa," Anya tidak punya pengalaman dalam mengurus anak sehingga ia tidak bisa mengajarinya dengan tegas. Anya hanya bisa memanjakannya dan menuruti semua permintaan Alisa.     

"Alisa masih sangat muda dan tidak bisa menikah sekarang. Bagaimana kalau mengambil foto pernikahan terlebih dahulu? Setelah itu, kita bisa mengadakan pesta," saran Nico.     

Dengan air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya, Alisa bertanya dengan cemas. "Siapa yang akan menjadi pasangan Alisa?"     

"Aku," Aiden bangkit berdiri dan berjalan menuju ke belakang Anya, mengusap air mata di wajah Alisa dengan lembut. "Mengapa Alisa ingin menikah dan memakai baju pengantin?"     

"Di buku dongeng, seorang putri harus memakai baju pengantin yang sangat cantik untuk bisa hidup bahagia selamanya dengan seorang pangeran. Paman tampan terlihat seperti pangeran di buku dongeng. Alisa ingin menikah dengan paman tampan," kata Alisa dengan ekspresi serius.     

"Gadis kecil ini memiliki selera yang bagus," Tara tertawa, "Anya, kamu tidak menyangka bahwa sainganmu adalah anakmu sendiri, kan?"     

"Siapa yang menceritakan dongeng itu kepadamu?" Aiden tersenyum tipis saat melihat wajah Anya yang memerah.     

"Mama yang menceritakannya," jawab Alisa.     

"Kamu harus bertanggung jawab karena mengajarkan hal buruk pada anak kecil," goda Aiden pada Anya.     

"Aku hanya menceritakan sesuai dengan buku dongeng. Siapa suruh kamu begitu tampan dan terlihat mirip dengan pangeran di dalam buku dongeng itu," gerutu Anya.     

"Apa salah memiliki wajah tampan?" Aiden tersenyum semakin lebar.     

"Benar sekali. Mana mungkin Aiden Atmajaya melakukan kesalahan? Kamu harus bertanggung jawab atas janjimu pada Alisa. Kamu tidak akan mengingkari janji kan? Akhir pekan ini, temani Alisa," kata Anya dengan sinis.     

Ia tidak menyangka kalau Aiden benar-benar akan melakukannya.     

"Harris, batalkan dinasku akhir pekan ini," kata Aiden.     

"Baik, Tuan," jawab Harris.     

"Kamu serius?" Anya hanya berusaha untuk membujuk Alisa agar tidak menangis. Nanti, ia akan mencari alasan agar Alisa tidak perlu bertemu dengan Aiden lagi. Siapa yang tahu Aiden akan langsung setuju dan bahkan langsung membatalkan pekerjaannya."     

"Anya, kamu tidak boleh membohongi anak kecil. Kita harus selalu menepati janji," kata Aiden dengan ekspresi serius.     

"Mama, katanya mama mau membantu Alisa?" Alisa memandang Anya dengan memelas.     

Melihat wajah Alisa yang sedih, Anya merasa hatinya luluh. "Mama akan membantumu Alisa. Kita akan memilih baju yang paling cantik dan menjadikanmu putri paling cantik yang pernah ada!"     

"Alisa sayang mama!" Alisa memeluk Anya dengan senang dan memberikan ciuman pada pipinya.     

Akhirnya Alisa berhenti merajuk. Setelah makan, Diana menemani Alisa bermain.     

Anya dan Aiden kembali ke meja makan dan menlanjutkan makan malam mereka.     

Di hadapan semua orang, Nico tiba-tiba bertanya. "Paman, aku dengar Keara sedang mengandung anakmu?"     

Anya ikut menegang ketika mendengar pertanyaan Nico.     

"Menurutmu?" Aiden tidak menjawab pertanyaan itu dan balas bertanya.     

"Menurutku tidak mungkin paman menganggap bibi sebagai penggantinya. Apakah ada kesalahpahaman yang terjadi?" Nico mengamati Anya dengan hati-hati saat mengatakannya.     

Anya berpura-pura tidak mendengar semua percakapan ini dan terus menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Tanpa sadar, tangannya mengambil berbagai gorengan yang ada di meja.     

"Jangan terlalu banyak makan gorengan. Itu tidak bagus untuk kesehatanmu," Aiden terus memperhatikan Anya sehingga ia tahu berapa banyak gorengan yang Anya makan. Akhirnya, ia menjauhkan piring berisi gorengan dari Anya.     

Anya hanya bisa mengerutkan bibirnya. Ia terlihat kesal, tetapi hatinya terasa hangat.     

"Berikan sayur-sayuran lebih banyak padanya," Tara ikut menimpali.     

Aiden langsung menuruti kata Tara dan memindahkan sayur-sayuran itu ke piring Anya. "Makan yang banyak."     

Diana juga menghampiri dari ruang keluarga dan berkata, "Kamu harus menjaga kesehatanmu supaya kamu bisa punya anak sendiri. Daripada membawa anak orang lain ke rumah."     

Aiden tidak mengatakan apa pun saat mendengar kata-kata Diana.     

Anya mengerutkan keningnya semakin dalam saat mendengar semua orang menasihatinya. "Kebetulan hari ini kalian semua berkumpul, aku akan memperjelas semuanya. Pertama, aku tidak berniat menyerah terhadap kondisi kesehatanku. Aku akan meminum semua obat yang kalian berikan dan menjaga kesehatanku. Kedua, aku tidak berniat kembali bersama Aiden. Dua tahun kesalahpahaman ini telah membuat aku membencinya dan banyak hal yang tidak bisa diulang kembali. Ketiga, aku memang menyukai Alisa tetapi aku tidak menganggapnya sebagai pengganti anakku. Aku tahu apa yang aku inginkan dan apa yang aku lakukan. Saat ini, aku rasa karirku adalah hal yang paling penting. Menikah dan memiliki anak bukan tujuanku sekarang."     

Anya mengatakannya dalam sekali napas, ingin agar semua orang berhenti salah paham dengannya.     

"Aku mau menunggumu," jawab Aiden dengan tegas.     

"Aku mendukungmu paman!" jawab Nadine.     

"Paman, aku juga mendukungmu!" Nico ikut menimpali.     

Harris yang berada di samping Nadine tidak berani mengatakan apa pun, tetapi ia terus menganggukkan kepalanya dengan semangat.     

"Anya, semua orang yang ada di tempat ini adalah orang-orang yang sangat peduli padamu. Aku akan berusaha keras untuk menyembuhkanmu. Sekarang, tujuanku adalah untuk menyembuhkanmu, agar kamu bisa memiliki anak!" kata Tara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.